AD (728x90)

IT FOR BUSSINES

Social

MUSIC

INDONESIA
Diberdayakan oleh Blogger.

Pages - Menu

Category 1

Followers

About Me

Foto Saya
PUTRI DWIDIWANTI
METRO, LAMPUNG, Indonesia
Lihat profil lengkapku

Selasa, 24 Februari 2015

AS-SUNNAH DAN MACAM-MACAMNYA

Share it Please



AS-SUNNAH DAN MACAM-MACAMNYA

Disusun Guna Melengkapi Tugas Mata Kuliah “Ushul Fiqh”
Dosen Pengampu : Drs. H. Musnad Rozin, MH



logo.png










Disusun Oleh:
PUTRI DWIDIWANTI          (13103884)


JURUSAN SYARI’AH
PRODI EKONOMI SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN AJARAN 2014/2015


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T karena atas berkat rahmatnya berupa kekuatan  lahir maupun batin serta jalan semangat pada penyusun sehingga dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini.
            Pembuatan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah “Ushul Fiqh”. Materi yang dibahas dalam makalah ini adalah “As-Sunnah dan Macam-Macamnya”.
                        Tak ada gading yang tak retak, sebagai manusia yang terbatas kemempuannya penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dengan kerendahan hati, dimohon kritik dan saran demi kesempurnaan yang diharapkan dari makalah ini, dan akhir kata semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

                                               
Metro, Desember 2014

Putri Dwidiwanti



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah.............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sunnah............................................................................................. 2
2.2 Macam-Macam Sunnah...................................................................................... 3
2.2.1 Sunnah yang berupa ucapan (Qauliyah)................................................... 3
2.2.2 Sunnah yang berupa perbuatan (Fi’liyah)................................................ 6
2.2.3 Sunnah Taqririyah.................................................................................... 9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PEMBAHASAN

1.1  Latar Belakang
Sunnah artinya menurut bahasa adalah, kelakuan, perjalanan, pekerjaan. Sunnah menurut istilah ahli Ushul Fiqh adalah ucapan Nabi dan perbuatanya dan takrirnya.
Sunnah dapat dijadikan Hujah (yakni sebagai sumber hukum kedua dalam Islam sesudah Al Quran, dengan alasan firman Allah yang berbunyi :
Artinya : “Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.”

Kedudukan Sunnah dari segi statusnya sebagai dalil dan sumber ajaran Islam, menurut Jumhur ulama, adalah menempati posisi kedua setelah Alqur’an. Menurut petunjuk Alqur’an, Sunnah Nabi adalah sumber ajaran Islam di samping Alqur’an. Ini berarti, untuk mengetahui ajaran Islam yang benar, maka di samping petunjuk Alqur’an juga diperlukan petunjuk Sunnh. Mencermati hal tersebut, maka dalam konteks ini akan dibahas mengenai macam-macam sunnah.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa itu sunnah ?
2.      Apa saja macam-macam Sunnah ?

BAB II
PEMBASAN

2.1  PENGERTIAN SUNNAH
Bila kata sunnah disebutkan dalam masalah yang berhubungan dengan hukum syara’, maka yang dimaksud tidak lain kecuali segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang, atau dianjrkan oleh Rasulullah SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.
Ahli Ushul mengatakan sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW yang berhubungn dengan hukum syara’, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir beliau. Arti sunnah juga ditunjukkna dalam Al Quran, misalnya dalam surat al-Isra (17): 77 dan surat al-Hasyr (59):7 Allah berfirman :
  
Artinya : (kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap Rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu[864] dan tidak akan kamu dapati perobahan bagi ketetapan Kami itu. (QS. Al-Isra (17):77)
Artinya : apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.(QS. al-Hasyr (59):7)
Seperti halnya Al Quran, sunnah pun dalam penerapannya menganut prinsip-prinsip tidak menyulitkan, menyedikitkan tuntunan atau pembebanan, bertahap dalam penerapan dan sejalan dengan kemaslahatan manusia.


2.2  MACAM-MACAM SUNNAH
Berdasarkan pengertian sunnah diatas, maka sunnah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
2.2.1        Sunnah yang Berupa Ucapan (Qauliyah)
Segala perkataan Nabi yang berkenaan dengan ibadah maupun kehidupan kehidupan sehari-hari disebut dengan sunnah qawliyah, yaitu segala bentuk perkataan itu berisi berbagai tuntunan dan petunjuk syara’, peristiwa-peristiwa, dan kisah-kisah, baik yang berkaitan dengan aspek ibadah, syari’ah maupun akhlak. Sunnah qauliyah adalah hadis Nabi yang disabdakan sesuai dengan tujuan dan kondisi.[1] Seperti sabda beliau: Laa dharara walaa dhiraara (tidak boleh berbuat suatu yang membahayakan juga tidak boleh membalas dengan sesuatu yang membahayakan), Fis saa-imati zakatun (Pada binatang yang digembalakan itu ada kewajiban zakat), dan sabda beliau tentang laut Hua ath thahuuru maa-uhu al hillu maytatuhu (air laut itu suci dan halal bangkainya), dan lain-lain. Contohnya adalah sabda Rasulullah tentang do’a Rasul yang ditujukan kepad yang mendengar, menghafal, dan menyampaikan ilmu, yang berbunyi :

نضر الله امْرَأ سَمعَ مِنّا حديثا فحفظه حتى نبلغه غيره فإنه رب حا مل فقه ليس بفقيه ورب حامل فقه إلى من هو أفقه منه ثلاث خصا ل لانغل عليهن قلب مسلم أبدا إخلاص العمل لله ومنا صحة ولاَة الأمر ولزم الجماعة فإن دعوتهم تحيط من ورائهم (رواه احمد)

Artinya :“Semoga Allah memberi kebaikan kepada orang yang mendengarkan perkataan dariku kemudian menghafalkan dan menyampaikannya kepada orang lain, karena banyak orang bicara mengenai fiqih padahal ia bukan ahlinya. Ada tiga sifat yang karenanya tidak akan timbul rasa dengki dihati seorang muslim, yaitu ikhlas beramal semata-mata kepada Allah SWT., menasehati taat dan patuh kepada pihak penguasa; dan setia terhadap jama’ah. Karena sesungguhnya do’a mereka akan memberikan motivasi (dan menjaganya) dari belakang”. (HR. Ahmad)[2]
Periwayatan sunnah secara qawliyah oleh Nabi dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, sabda Nabi disampaikan di hadapan orang banyak, baik melalui majelis ilm, khatbah, ceramah, dan sebagainya. Sunnah disampaikan secara lisan dimuka orang banyak yang terdiri dari kaum laki-laki, melalui pengajian rutin di kalangan mereka, dan juga melalui pengajian di kalangan  wanita.[3]
Kedua, sabda Nabi dikemukakan  didepan seorang atau beberapa orang saja. Sunnah qawliyah disampaikan oleh Nabi di depan salah seorang sahabat baik yang berisi jawaban atas pertanyaan yang dilakukan sahabat itu maupun tidak. Misalnya, ada seorang wanita yang bertanya kepada Nabi tentang mandi bagi wanita yang telah suci dari haidnya. Nabi menyuruh wanita itu untuk mandi sebagaimana mestinya, tetapi belum mengetahui bagaimana cara mandi itu. Maka Nabi bersabda :”Ambillah seperca kain (yang telah diolesi dengan wangi-wangian) dari daun kasturi, maka bersihkanlah dengannya”.Wanita tersebut bertanya lagi, “Bagaimana saya membersihkannya?” Nabi bersabda, “Bersihkanlah dengannya”. Wanita itu masihbertanya lagi, “Bagaimana (caranya)?”, Nabi bersabda, Subhan Alah, hendaklah kamu bersihkan “. Maka Aisyah, istri Nabi berkata : “ Wanita itusaya tarik kearah saya dan saya katakan kepadanya, ‘Usapkan seperca kain itu ketempat bekas darah”.
Meskipun sunnah diatas berkenaan dengan tuntunan teknis suatu kegiatan, yaitu cara membersihkan darah bagi wanita yang selesai haid, sunnah itu bukan kategori fi’liyah, sebab didalamnya tidak terdapat peragaan Nabi tentang cara mandi bagi wanita yang baru selesai haid. Nabi hanya memberi tuntunan tentang bagaimana caranya mandi setelah haid itu melalui sanadnya.
Ketiga, sunnah qauliyah dikemukakan oleh Nabi sebab tertentu yang mendorongnya menyampaikannya yang berkenaan dengan peristiwa tertentu. Ketika Rasulullah mengangkat seorang pejabat pengumpul zakat (‘amil), misalnya, saat pejabat itu selesai melaksanakan tugasnya, dia datang kepada Nabi dan berkata, “Rasulullah, ini untuk Engkau dan ini hadiah yang diberiak orang kepada saya”. Maka Nabi bersabda kepada pejabat itu, “Mengapa kamu tidak duduk saja dirumah ayah dan ibumu sehingga kamu dapat melihat, apakah dengan demikian kamu juga akan memperoleh hadiah atau tidak?”.
Dengan kondisi diatas, malah harinya setelah isya’ mendorong Nabi berpidato di depan orang banyak. Nabi bersabda yang artinya :
“Adapun sesudah itu, bagaimanakah halnya, bial seorang pejabat yang kami serahi tugas kalau dia datang melapor kepada kami seraya berkata: “Ini adalah hasil tugas yang berasal dari Anda, sedang ini adalah bagian yang dihadiahkan kepada saya”. Mengapa dia tidak duduk saja dirumah ayah atau ibunya, sehingga dia dapat melihat apakah dia akan diberi hadiah (oleh orang) ataukah tidak. Demi Allah yang diri Muhammad berada dalam genggaman-Nya, tiadalah seseorang dari kalian melakuakan suatu penghianatan (korupsi), kecuali nanti pada hari kiamat dia akan memikul beban dilehernya. Jika (yang dikorupsi) adalah seekor unta, maka orang itu datang dengan suara unta; jika (yang dikorupsi) adalah seekor sapi, maka orang itu datang dengan melenguh seperti sapi; bila (yang dikorupsi) adalah seekor kambing, maka orang itu datang dengan mengembek. Sungguh (hal ini) telah kusampaikan kepada kalian.”
Nabi menyampaikan ucapannya dihadapan orang banyak. Perkataan Nabi itu disampaikan sebagai teguran terhadap seorang petugas yang telah melakukan “korupsi” berupa penerimaan hadiah dari masyarakat.
Keempat, pada umumnya, sunnah dalam bentuk sabdatidak disertai dengan sebab tertentu. Nabi bersabda tanpa adanya motivasi yang mendorongnya untuk menyampaikan sunnah. Sunnah seperti ini disampaikan oleh Nabi dalam rangka menyampaikan ajaran Islam sebagai tugas risalahnya meskipun tidak ada yang melatarbelakangi kemunculan sunnah dimaksud. Misalnya, sunnah tentang bacaan ringan yang dicintai oleh Allah. Dnan menyampaikan sunnah ini, Nbai bermaksud umat agar Islam melakukannya. Nabi bersabda yang artinya :
“Dua kata yang ringan diucapkan, tetapi berat dalam timbangan (kebajikannya), serta dicintai oleh Allah Yang Mahapengasih, yaitu (ucapan), “Subhan Allah wa bi hamdih subhan Allah al-‘Azhim”.
Kelima, pada umumnya, Nabi tidak menyertakan perintah untuk menulis sabda itu kepada sahabat tertentu. Nabi hanya bersabda dan seorang atau beberapa sahabat mendengarnya. Akan tetapi, adakalanya Nabi menyertakan perintah kepada sahabat tertentu untuk menulis sabda yang ducapkannya itu.

2.2.2        Sunnah yang berupa perbuatan (Fi’liyah)
Dimaksud dengan sunnah fi’liyah adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi. Sunnah fi’liyah adalah perbuatan Rasulullah, seperti shalat lima waktu dengan cara dan rukun-rukunnya, pelaksanaan ibadah haji, keputusan berdasarkan seorang saksi pengambilan sumpah dari pihak penuduh yang dilakukan oleh Nabi.[4] Sunnah tersebut berupa perbuatan Nabi yang menjadi panutan perilaku sahabat pada saat itu, dan menjadi keharusan bagi semua umat Islam untuk mengikutinya.
Sunnah yang berupa perbuatan tidak diketahui langsung dari Nabi tetapi melalui melalui informasi yang disampaikan oleh sahabat. Ketika Nabi melakukan sesuatu, sahabat menyaksikan perbuatannya kemudian disampaikan kepada sahabat yang lain. Sunnah fi’liyah mempunyai beberapa kategori:
Pertama, sunnah yang berupa perbuatan yang disebabkan oleh sebab tertentu. Nabi melakukan suatu perbuatan yang disebabkan oleh seorang atau lebih sahabat yang disebabkan oleh faktor tertentu. Penyebab Nabi berbuat atau bersabda bermacam-macam.
Kedua, sunnah fi’liyah yang tidak disebabkan oleh sebab tertentu. Sunnah-sunnah yang berbentuk perbuatan yang tidak disebabkan oleh sebab tertentu lebih banyak dibanding sunnah yang disebabkan oleh faktor tertentu. Hal ini dapat dimaklumi, karena Nabi berbuat tiap hari dan kebanyakan perbuatannya itu terjadi tanpa didahului oleh sebab tertentu yang menjadi motivasinya. Jumlah sunnah kategori ini sanagt banyak mencakup segala aktivitas yang Nabi lakukan baik berkenaan dengan ibadah maupun muamalah, bahkan berita tentang doa-doa Nabi juga merupakan sebagian dari sunnah fi’liyah. Misalnya : “Do’a yang paling banyak dilakukan Nabi SAW. adalah Allahumma atina fi al-dun-ya hasanah wa fi al-akhirah hasanah waqina ‘adzab al-nar”. (ahr. Muttaffaq ‘alaih)
Sunnah diatas menjelaskan bahwa aktivitas doa yang paling banyak dilakukan oleh Rasulullah adalah doa tentang permohonan kehidupan yang sejahtera di dunia dan akhirat, serta terhindar dari sisksa api neraka. Karena doa ini dilakukan oleh Nabi apalagi secara berulang kali, maka dapat dinilai sebagai perbuatan Nabi.
Ketiga, sunnah yang berupa perbuatan yang dilakukan dihadapan orang banyak. Sebagaimana diinformasikan oleh ‘Aisyah, pada suatu malam Rasulullah shalat dimasjid. Lalu orang-ornga ikut shalat bersama Nabi. Pada malam berikutnya, Nabi shalat lagi dimasjid. Orang-orang yang ikut shalat bersma Nabi pun semakin banyak. Kemudian pada malam ketiga atau keempat, orang-orang berkumpul lagi untuk melakukan shalat jemaah dengan Rasulullah, akan tetapi Rasulullah tidak keluar dari kediamannya. Pada waktu subuh, Rasulullah bersabda yang artinya :
“sesungguhnya saya telah melihat apa yang kalian lakukan. Dan tidak ada sesuatupun yang menghalangi saya untuk keluar menjumpai kalian, terkecuali saya sesungguhnya khawatir kalian akan menyangka bahwa shalat malam tersebut diwajibkan atas kalian.”
Sunnah diatas, meskipun sebagiannya adalah sunnah qauliyah, sberupa sunnah fi’liyah tentang tindakan Nabi tiga maam melakukan shalat Tarawih bersama tetapi kemudian Nabi tidak melakukannya karena khawatir shalat tarawih itu disangka wajib oleh kaum muslimin. Sunnah yang demikian disampaikan di depan banyak sahabat yang melaksanakan shalat dimasjid. Praktik Nabi mulai hari pertama, hingga hari keempat pada bulan Ramdhan tersebut menunjukan bahwa betapa Nabi berbuat demikian tidak bermaksud mengajak (dakam arti mewajibkan) umat Islam melakukan shalat Tarawih, sebab pada esensinya shalat Tarawih adalah shalat sunnah sebagaimana shalat sunnah yang lain. Hanya karena pelaksanaannya pada bulan Ramadhan, maka shalat itu menjadi istimewa dan Nabi tidak menghendaki shalat itu disebut wajib.
Keempat, sunnah yang berupa perbuatan yang dilakukan dihadapan satu atau beberapa orang saja. Diantara contoh sunnah fi’liyah kategori ini adalah sebuah hadis tentang cara shalat Nabi di atas kendaraan, yang berbunyi :

كان النبي صلى الله عليه وسلم يصلي على را حلته حيث ما تو جهت به (لاواه التر مذى)

Artinya : “Nabi shalat diatas tunggangannya, kemana saja tunggangannya itu meghadap.”[5]

Aktifitas sebagaimana dikandung oleh hadis di atas dilakukan oleh Rasulullah di depan beberapa sahabat yang kebetulan mengikuti Nabi dalam perjalanan, tidak dilakukan Nabi di depan khalayak ramai seperti halnya khutbah.

2.2.3        Sunnah Taqririyah
Tidak semua materi sunnah secara utuh berasal dari Nabi, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Sebagimana adalah perkataan atau perbuatan sahabat, baik yang dilakukan di depan Nabi atau sebelum iti yang kemudia dikonfirmasi pada Nabi. Sunnah seperti ini disebut dengan sunnah taqririyah, yaitu hadis yang berupa ketetapan Nabi terhadap apa yang datang atau yang dilakukan oleh para sahabatnya. Sunnat taqririyah bisa terjadi apabila sahabat berbuat atau berkata dan Nabi tahu akan hal tersebut, tetapi beliau diam tidak memberikan komentar apa-apa.[6]
Sunnah taqririyah adalah penetapan Nabi atas ucapan atau perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat; dengan diam atau tidak ada penolakan persetujuan, atau anggapan baik dari beliau. Sehingga penetapan dan persetujuan itu dianggap sebagai perbuatan yang dilakukan oleh Nabi sendiri.[7] Seperti riwayat: Dua orang sahabat pergi melakukan perjalanan, ketika waktu sholat mereka tidak mendapatkan air, maka mereka bertayamum dan melakukan sholat. Sesaat kemudian mereka mendapatkan air, maka salah seorang dari mereka mengulang sholat, sedang yang lain tidak. Ketika mereka menceritakan kejadian itu kepada Nabi, beliau membenarkan apa yang diperbuat oleh  keduanya. Beliau bersabda kepada yang tidak mengulang sholatnya, “Engkau telah melaksanakan sunnah dan sholatmu sudah cukup,” dan bersabda kepada yang mengulang, “Engkau mendapat pahala dua kali”.
Juga seperti riwayat: Ketika Nabi mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, Nabi bertanya, “Dengan apa engkau memutuskan suatu hukum?” Mu’adz berkata, “Aku putuskan dengan kitab Allah (Al Quran), bila tidak kutemukan, maka dengan sunnah Rasulullah, bila tidak aku temukan maka aku berijtihad dengan pendapatku.” Maka Rasulullah menyetujuinya dan bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pertolongan kepada utusan Rasulullah atas apa yang ia relakan.”
Pada hadis lain yang berupa persetujuan disebutkan bahwa Rasul membiarkan para sahabat memakan daging biawak, akan tetapi Nabi sendiri tidak memakan daging tersebut dan tidak mengharamkannya. Meskipun Nabi tidak makan daging biawak tidak menunjukkan bahwa daging itu haram, sebab ia membiarkan sahabat makan daging itu tanpa menegur mereka.

ص اللهِ رَسُوْلِ مَعَ الْوَلِيْدِ بْنُ خَالِدُ وَ اَنَا دَخَلْتُ:قَالَ عَبَّاسٍ بْنِ اللهِ عَبْدِ عَنْ
ص الرَسُوْلُ اِلَيْهِ فَاَهْوَى مَحْنُوْذٍ، بِضَبّ فَاُتِيَ مَيْمُوْنَةَ، بَيْتَ
اَخْبِرُوْا مَيْمُوْنَةَ بَيْتِ فِي اللاَّتِي النّسْوَةِ بَعْضُ فَقَالَ بِيَدِهِ،
يَدَهُ، ص اللهِ رَسُوْلُ فَرَفَعَ يَأْكُلَ، اَنْ يُرِيْدُ بِمَا ص اللهِ رَسُوْلَ
بِاَرْضِ يَكُنْ لَمْ لكِنَّهُ وَ لَا،:قَالَ اللهِ؟ رَسُوْلَ هُوَ اَحَرَامٌ فَقُلْتُ
رَسُوْلُ وَ فَاَكَلْتُهُ فَاجْتَرَرْتُهُ:خَالِدٌ قَالَ.اَعَافُهُ فَاَجِدُنِي قَوْمِي
1543 :3 مسلم.يَنْظُرُ ص

“Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, “Saya dan Khalid bin Walid bersama-sama dengan Rasulullah SAW datang ke rumah Maimunah, lalu ia hidangkan kepada kami daging dhabb yang telah dibakar, Rasulullah SAW lalu mengulurkan tangannya untuk mengambil daging tersebut, tiba-tiba sebagian dari wanita yang berada di rumah Maimunah berkata, “Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang akan beliau makan”. Karena itu Rasulullah SAW lalu menarik tangannya. Lantas saya bertanya, “Apakah daging tersebut haram wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Tidak, tetapi karena ia tidak ada di negeri kaumku, maka saya merasa jijik untuk memakannya”. Khalid berkata, “Lalu saya ambil daging tersebut dan saya makan, sedangkan Rasulullah SAW melihat”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1543]
Taqrir (pengakuan) Nabi dapat terjadi, misalnya Nabi berdiam diri tidak mengingkari (membantah) sesuatu perkataan yang diucapkan atau sesuatu perbuatan yang diperbuat dihadapan Nabi atau pada masa hidupnya, sedang Nabi mengetahui perkataan dan perbuatan tersebut.[8]
Jadi, materi dalam hadis kategori ini bukan dari Nabi melainkan dari para sahabat yang kemudian disetujui oleh Nabi. Sikap Nabi yang demikian itu dijadikan dasar oleh para sahabat sebagai dalllil taqriri, yang dapat dijadikan hujjah dan/atau mempunyai kekuatan hukum untuk menetapkan hukum. Karena pada dasarnya, seandainya Nabi tidak menyetujui perbuatan itu, niscaya Nabi menolak atau melarangnya.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengertian Sunnah menurut Ahli Ushul adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW yang berhubungn dengan hukum syara’, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir beliau. Dari definisi tersebut maka Sunnah terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1.      Sunnah Qauliyah, yakni perintah, keterangan atau penjelasan khusus yang berbentuk kata-kata atau yang disebut dengan sabda Nabi SAW.
2.      Sunnah Fi’liah, yakni perintah penjelasan atau keterangan khusus yang berbentuk perbuatan-perbuatan atau tindakan yang nyata dilakukan Nabi.
3.      Sunnah Taqririyah, yakni persetujuan Nabi dengan cara diam. Seperti perkataan atau perbuatan para sahabat yang dilakukan dihadapan Nabi, atau sepengetahuan Nabi, sedangkan Nabi tidak menyalahkannya.



DAFTAR PUSTAKA

Alqur’an dan Terjemahannya
Djalil Basiq, Ilmu Ushul Fiqih, Jakarta: Prenada Media Group,2010
Hanafi, Ushul Fiqh, Jakarta: Wijaya, 1981
Idri, Studi Hadis, Jakarta: Prenada Media Group, 2010
Suparta Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta: PT RajaGarfindo Persada, 2010
Khallaf Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fikih Kaidah Hukum Islam, Kuwait: Darul      Qalam, 1977
Djazuli, Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam, Jakarta: Prenada Media Group, 2010


[1] Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: Prenada Media Group), hal.147
[2] Hadis ini no 20.608 dalam Musnad Imam Ahmad, dengan sanad dari Yahya ibn Sa’id, dari Su’bah, dari Umay ibn Sulaiman,dari Abdurrahman ibn Aban ibn Utsman, dari bapaknya yang menerima hadis inidari Zaid ibn Tsabbit.
[3] Idri, Studi Hadis, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hal.8
[4] Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih Kaidah Hukum Islam, (Kuwait: Darul Kalam, 1977), hal 40
[5] Hadis nomor 320 dalam Sunan Al-Tirmidzy dengan kualitas hasan shahih, dengan sanad dari Sufyan ibn Waqi’, dari Abu Khalid Al-Ahmar, dari Ubaidillah ibn Umardari Nafi’, dari Ibn Umar.
[6] A Djazuli, Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hal. 68
[7] Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), hal.20
[8] A. Hanafie, Ushul Fiqh, (Jakarta: Widjaya, 1981), hal.123

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

Posting Komentar

© 2013 BLOG SAYA. All rights resevered. Designed by Templateism