Kehidupan
Ekonomi Bangsa Arab Masa Pra Islam
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Dosen Pengampu :
DiSUSUN OLEH :
PUTRI DWIDIWANTI ( 13103884)
PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM
JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
JURAI SIWO METRO
TP. 2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat dan ridho
Allah SWT karena tanpa rahmat dan ridho-Nya, kami selaku penyusun tidak dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan dapat selesai tepat waktu.
Tidak lupa juga kami ucapkan terima
kasih kepada dosen pembimbing kami dalam tugas makalah ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang selalu setia membantu dalam
hal mengumpulkan data-data dalam proses pembuatan makalah ini.
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi
syarat agar kami bisa mengikuti proses belajar selanjutnya. Makalah ini memuat
secara singkat tentang “Kehidupan Ekonomi Bangsa Arab Masa Pra Islam” Penyusun
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami selaku
penyusun mengharapkan segala kritik dan saran yang bersifat membangun, dari
semua pihak sangat penyusun harapkan demi kesempurnaannya dalam penyusunan
makalah di masa yang akan datang.
Metro, Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
Kehidupan Ekonomi Bangsa Arab Masa Pra Islam....................................... 2
BAB III KESIMPULAN.................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 11
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masa sebelum Islam, khususnya kawasan jazirah
Arab, disebut masa jahiliyyah. Julukan semacam ini terlahir disebabkan oleh
terbelakangnya moral masyarakat Arab khususnya Arab pedalaman yang hidup menyatu dengan padang pasir dan
area tanah yang gersang. Mereka berada
dalam lingkungan miskin pengetahuan. Situasi yang penuh dengan kegelapan dan
kebodohan tersebut, mengakibatkan mereka sesat jalan, tidak menemukan
nilai-nilai kemanusiaan, membunuh anak dengan dalih kemuliaan, memusnahkan
kekayaan dengan perjudian, membangkitkan peperangan dengan alasan harga diri
dan kepahlawanan. Suasana semacam ini terus berlangsung hingga datang Islam di
tengah-tengah mereka.
Namun demikian, bukan
berarti masyarakat Arab pada waktu itu sama sekali tidak memiliki peradaban.
Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki
kemajuan ekonomi. Makkah misalnya
pada waktu itu merupakan
kota dagang bertaraf internasional. Hal ini diuntungkan oleh posisinya yang
sangat strategis karena terletak di persimpangan jalan penghubung jalur
perdagangan dan jaringan bisnis dari Yaman ke Syiria.
Rentetan peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Islam merupakan hal yang
sangat penting untuk dikaji. Hal demikian karena tidak ada satu pun peristiwa
di dunia yang terlepas dari konteks historis dengan peristiwa-peristiwa
sebelumnya. Artinya, antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya terdapat
hubungan yang erat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan Islam
dengan situasi dan kondisi Arab pra Islam.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kondisi perekonomian bangsa arab
sebelum Islam muncul ?
BAB II
PEMBAHASAN
Perekonomian
arab pada masa pra-islam
Penyelidikan
mengenai sejarah peradaban manusia dan dari mana asal usulnya sesungguhnya
masih ada hubungannya dengan zaman kita sekarang ini. Penyelidikan tersebut
telah lama dan menetapkan, bahwa sumber peradaban sejak lebih dari enam ribu
tahun yang lalu adalah mesir. Zaman sebelum itu dimaksukkan orang kedalam
kategori pra-islam. Oleh karena itu sukar sekali akan sampai kepada suatu
penemuan yang ilmiah. Sarjana-sarjana ahli purbakala ( arkelogi ) kini kembali
mengadakan penggalian-penggalian di irak dan suria dengan maksut mempelajari
soal-soal peradaban Asiria dan Funisia serta menentukan zaman permulaan dari
pada kedua macam peradapan itu. Adakah ia mendahului peradaban mesir masa
firaun dan sekaligus mempengaruhi, ataukah iya menyusul masa itu dan terpengaruh
karenanya?
Apapun
juga yang di peroleh sarjana-sarjana arkelogi dalam bidang sejarah itu, sama
sekali tidak akan mengubah sesuatu dari kenyataan yang sebenarnya, yang dalam
penggalian benda-benda kuno tiongkok dan timu jauh belum memperlihatkan hasil
yang berlawanan. Kenyataan ini ialah bahwa sumber peradaban pertama baik di
mesir, funisia atau asiria, ada hubungannya dengan laut tengah; dan bahwa mesir
adalah pusat yang paling menonjol membawa peradaban pertama ke yunani atau
rumawi, dan bahwa peradaban dunia sekarang ini, masih erat sekali, hubungannya
dengan peradaban pertama ini.[1]
Apapun yang pernah di perlihatkan
oleh timur jauh dalam penyelidikan tetang sejarah peradaban-peradaban fira’un,
asiria atau yunani, juga tidak pernah mengubah tujuan dan perkembangan
peradaban-peradaban tersebut. Hal ini baru terjadi sesudah ada akulturasi dan
saling hubungan dengan peradaban islam. Di sinilah poses saling
pengaruh-mempengaruhi itu terjadi, proses asimilasi
yang sudah sedemikian rupa, sehingga pengaruhnya terdapat pada peradaban
dunia yang menjadi pegangan umat manusia dewasa ini.
Salah atau aspek penting
perekonomian arab pra-Islam adalah pertanian. Dua ratus tahun sebelum kenabian
muhammad (610 M), masyarakat arab sudah mengenal peralatan pertanian semi
modern seperti alat bajak, cangkul, garu, dan tongkat kayu untuk menanam.
Penggunaan hewan ternak seperti, unta,keledai, dan sapi jantan sebagai penarik
bajak dan garu serta pembawa tempat air juga sudah dikenal. Mereka telah mampu
membuat bendungan raksasa yang dinamakan al-ma’arib.
Yaman adalah negeri yang subur, khususnya di sekitar bendungan Ma’rib, di mana
pertanian maju secara pesat dan menakjubkan. Di masa itu juga telah berkembang
industri, seperti industri kain katun dan persenjataan berupa pedang, tombak,
dan baju besi. Akan tetapi, mereka tidak bersyukur dan justru berpaling dari
ketaatan kepada Allah. Karena kekufuran itu, Allah pun menghancurkan bendungan
Ma’rib.
Namun
setelah bendungan tersebut rusak dan tidak berfungsi era kesejahteraan mereka
juga hancur. Tanah sebagian di Arab berupa padang pasir yang sangat luas, panas
dan gersang tetapi juga terdapat lahan yang subur yang terletak di
lembah-lembah yang terdap mata air (oase) dan sering turun hujan. Tanah
pertanian yang utama terdapat di daerah Thaif. Hasil pertanian mereka antara
lain sayur dan buah-buahan. Hasi pertanian itu kemudian dijual ke kota-kota
seperti makah dan madinah.
Dimikian
pula sistem irigasi, mereka telah mempraktikkanya pada saat itu. Untuk
menyuburkan tanah, masyarakat arab pra-Islam telah menggunakan apa yang
sekarang disebut pupuk alami, seperti pupuk kandang, kotoran manusia, dan
binatang tanah tertentu, misalnya cacing dan rayap. Mereka juga telah meneneal
teknik penyilangan pohon tertentu untuk mendapat bibit unggul.
Ada tiga sistem yang dipakai oleh
para pemilik ladang atau sawah dalam mengelola pertanian mereka pada saat itu. Pertama ialah sistem sewa menyewa dengan
emas logam mulia lain, gandum, atau produk pertanian sebagai alat pembayaran. Kedua, ialah sistim bagi hasi produk,
misalnya separuh untuk pemilik dan separuh untuk penggarap, dengan bibit dan
ongkos penggarapan dari pemilik. Ketiga ialah
sistem pendigo, yakni seluruh modal
datang dari pemilik, sementara pengairan, pemupukan, dan perawatannya di
kerjakann oleh penggarap. Sawah yang di garap oleh sekelompok budak tani di
daerah yang subur, nasib para penggarap sawah sama sebagaimana yang terjadi si
semenanjung liberia (Andalusia) sebelum dikuasai islam. Mereka tidak memiliki
hak kemerdekaan sama sekali.[2]
Di samping pertanian, perdagangan
adalah unsur penting dalam perekonomian masyarakat arab pra-Islam. Karena letak geografisnya yang sangat strategis maka ia menjadi tempat
persinggahan para kafilah dagang yang datang dan pergi menuju pusat perniagaan. Dikarenakan tanahnya yang tandus dan jarang turun hujan, maka
perekonomian mereka umumnya bergerak di bidang perdagangan. Transportasi yang
mereka andalkan saat itu adalah onta yang dianggap sebagai perahu padang pasir.
Onta merupakan kendaraan yang menakjubkan. Onta memiliki kekuatan tangguh yang
mampu menahan haus dan mampu menempuh perjalanan yang sangat jauh. Onta-onta
ini pergi membawa barang dagangan dari negara lain, dan kemudian membawa produk
negeri tempat berniaga. Mereka telah lama mengenal perdagangan bukan saja
dengan sesama arab, tetapi juga dengan non-arab. Kemajuan perdagangan bukan
saja dengan sesama arab, tetapi juga dengan non-arab. Kemajuan perdagangan bangsa
arab pra-Islam dimungkinkan antara lain kerena pertanian yang telah maju.
kemajuan tersebut ditandai dengan adanya kegiatan ekspor impor yang mereka lakukan. Para pedagang arab selatan dan
yaman pada 200 tahun menjelang islam datang, telah mengadakan transaksi dengan
india (Asia Selatan sekarang), negeri pantai afrika, sejumlah negeri teluk
persia, Asia tengah, dan sekitarnya.[3]
Dalam hal ini, komoditas ekspor arab
selatan dan yaman adalah dupa, kemenyan, kayu, gaharu, minyak wangi, kulit
binatang, buah kismis, anggur, dan barang-barang lainnya. Pada musim dingin,
mereka berduyun-duyun ke Yaman untuk berdagang. Dan ketika musim panas, mereka
memilih Syam sebagai tujuan perdagangannya.
Adapun komoditas yang mereka impor dari afrika timur antara lain adalah
kayu untuk bahan bangunan, bulu burung unta, lantakan logam mulia, dan badak;
dari asia selatan dan china berupa daging, batu mulia, sutra, pakaian, pedang,
dan rempah-rempah; serta dari negara lain teluk persia, mereka mengimpor intan
(lombard,1975:1-1).
Masyarakat
Arab dikenal sebagai bangsa pedagang. Mereka berdagang hingga keluar keluar
Jazirah Arab, misalnya negeri Mesir,Syiria,Sundan,Oman, dan sebagainya. Tata
cara berdagang bangsa Arab adalah sebagai berikut:
a.
Pengelompokkan
perjalanan perdagangan
Empat putra Abdi Manaf /pemimpin dan
penguasa suku Quraisy (kakek moyang Nabi Muhammad saw.) yang ditunjuk memimpin
perjalanan besar pedagang (khafilah), yaitu
1.
Hasyim,memimpin
ke negeri Syam(Syiria)
2.
Abdus
Syam,memimpin khaifilah ke negeri Habasiyah(Ethopia)
3.
Abdul
Muttalib(kakek Nabi Muhammad saw.)memimpin kafilah ke negeri Yaman
4.
Naufal,memimpin
perjalanan kafilah ke negeri Persia
b.
Perdagangan
dilakuakan dengan cara berombongan(kafilah)
Masyarakat Arab, terutama suku
Quraisy dikenal sebagai pedagang yang tangguh. Mereka sering mengadakan
perjalanan peerdagangan ke luar negeri dengan rombongan besar. Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga keamanan, baik ketika dalam perjalanan maupun setelah
sampai di tempat tujuan.
c.
Cara
pengaturan waktu perjalanan perdagangan
Ada
dua musim perjalanan yang dilakukan oleh bangsa Quraisy, yaitu musim panas dan
musim dingin. Perjalanan musim panas digunakan untuk perjalanan dagang ke
negeri Syam, sedangkan pada musim dingin untuk
perjalanan kenegri Yaman.
Masyarakat yang
bermata pencaharian sebagai peternak adalah suku Arab pendalaman. Jenis
binatang yang dipelihara adalah domba dan unta. Dalam menggembala hewan-hewan
ternaknya, mereka harus hidup berpindah-pindah untuk mencari oase(tanah yang
subur yang memiliki rumput-rumput yang hijau) sebagai makanan hewan ternaknya.
Hasil yang mereka peroleh dari peternakan itu adalah susu,daging,dan kulit
untuk pakaian atau menjual sebagian ternaknya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Kekayaan mereka terlihat dari banyaknya hewan ternak yang mereka
miliki.
Perlu dijelaskan bahwa kota mekkah
merupakan kota suci yang setiap
tahunnya dikunjungi, terutama karena di situlah terdapat bangunan suci ka’bah. Selain itu di Ukaz terdapat
pasar sebagai tempat pertukaran barang dari berbagai belahan dinia dan tempat
berlangsungnya perlombaan kebudayaan (puisi arab). Oleh karena itu kota
tersebut menjadi pusat peradaban baik pilitik, ekonomi, dan budaya yang
penting.
Para pedagang tersebut menjual
komoditas itu kepada para konglomerat, pejabat, tentara dan keluarga penguasa,
karena komoditas tersebut mahal, terutama barang-barang impor yang harus di kenai pajak yang sangat tinggi. Alat pembayaran
yang mereka gunakan adalah koin yang terbuat dari perak, emas atau logam mulia
lain yang ditiru dari mata uang persia dan romawi. Sampai sekarang berapa koin
tersebut masih tersimpan di sejumlah museum di timur tengah (Hitti,2005:108-136
dan Abdullah, 2002:14-18)
Mekkah merupakan jalur persilangan
ekonomi internasional, yaitu menghubungkan mekkah ke Abysinia seterusnya menuju
ke afrika tengah. Dari mekkah ke damakus seterusnnya ke daratan eropa. Dari
mekkah ke al-madain (persia) ke kabul, kashmir, singkiang (sinjian) sampai ke
zaitun dan contoh, selanjutnya menembus daerah melayu. Selain itu juga dari
mekkah keadaan melalui laut menuju ke india, nusantara, hingga canton
(al-haddad,1957). Hal ini menyebabkan masyarakat mekah memiliki peran strategis
untuk berpartisipasi dalam dunia perekonomian tersebut. Mereka di golongkan
menjadi tiga, yaitu para konglomerat yang memiliki modal. Kedua, para pedagang yang mengolah modal dari para konglomerat, dan
ketiga, para perampok dan rakyat
biasa yang memberikan jaminan keamanan kepada para khalifah pedagang dari perantauan, mereka mendapatkan laba
keuntungan sebesar sepuluh persen. Oleh karena itu, tepatlah kata whatt:bahwa al-Qurr’an tidaklah di turunkan dalam
suasana gurun pasir, melainkan pada perekonomian yang tinggi (Rahman,
1974:106, karim, 1974: 19-20, dan Husaini, 1949: 10-12).[4]
Orang-orang Arab zaman jahiliyah memiliki
pasar-pasar seabgai pusat perdagangan. Pusat perdagangan yang terkenal, yaitu:
Ukazh, Mijannah, dan Zul Majaz. Di antara tiga pasar ini, yang paling besar dan
paling banyak pengunjungnya ialah Ukazh. Pasar ini dikunjungi orang-orang Arab
dari berbagai daerah di seluruh Arab. Pengunjung terbanyak berasal dari Qabilah
(suku) Mudhar, karena memang pasar ini terletak di daerah mereka.
Pusat
perdagangan ini bukan hanya sebagai tempat transaksi perdagangan, tetapi juga
menjadi pusat pertemuan para pakar sastra, syair, dan para orator. Mereka
berkumppul untuk saling menguji. Sehingga, sebagaimana pertumbuhan kota-kota
modern saat ini, maka konsep pasar pada masa jahiliyah tersebut tidak sekedar
sebagai pusat perbelanjaan, tetapi juga menjadi pusat peradaban, kekayaan
bahasa dan transaksi-transaksi global.
Sebagai
pusat perdagangan, pada masa Jahiliyah transaksi riba merata di Semenanjung Arab.
Bisa jadi mereka terjangkiti penyakit ini karena pengaruh orang-orang Yahudi
yang menghalalkan transaksi riba. Islam
datang menghapuskan transaksi riba, karena riba hanya merusak tatanan
perekonomian.
Dari uraian tersebut jelas, bahwa
tradisi pertanian dan perdagangan di arab sebenarnya sudah ada jauh sebelum
islam. Walaupun demikian, harus diakui bahwa tradisi pertanian dan perdagangan
yang ada memiliki ruh atau semangat kemanusiaan seperti keadilan dan persamaan.
Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana permodalan di kuasai oleh elit-elit
pemodal. Sebagai contoh, para pedagang meminjam modal pada konglomerat, akan
tetapi harus membayar utang tersebut dengan bayaran yang jauh lebih tinggi, hal
ini lah yang menyebabkan yang sebagian di antara para pedagang mengalami
kebangkrutan, sehingga mereka banyak melarikan diri ke gurun-gurun (Rahman,
1974 : 2-3). Sejak islam datang, nilai-nilai keadilan dan persamaan mulai
dimaksukkan dalam perekonomian masyarakat arab. Misalnya dalam dalam hal
pertanian dan perdagangan, islam mengayakannya dengan semangat keadilan,
kejujuran, dan kesamaan. Kalangan kaya tidak diperbilehkan monopoli perekonomian dan budak yang miskin. Nabi muhammad
mencontohkan bagaimana orang kaya membantu dan membina yang miskin, sehingga
mereka bisa mandiri secara ekonomi.
BAB III
KESIMPULAN
Dari sisi perekonomian, unsur penting yang menjadi andalan masyarakat Arab
pra Islam adalah perdagangan di samping bertani dan beternak. Mereka telah lama
mengenal perdagangan bukan saja dengan orang Arab, tetapi juga dengan non-Arab.
Terbukti dengan adanya Mekkah sebagai kota dagang internasional. Demikian ini
karena letak daerah Hijaz, khususnya Mekkah, sangatlah strategis, yakni
penghubung jalur dagang antara Yaman dengan Syiria.
DAFTAR PUSTAKA
Anto Hendri, pengantar ekomoni islam
(yogyakarta:ekonosia, 2003)
Chamid Nur, Jejak Langkah Swjarah
Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)
Sudarsono Heri,
konsep ekonomi islam (yogyakarta: ekonosia, 2004)
0 komentar:
Posting Komentar